Proses Pembekuan Darah oleh Trombosit

Proses Pembekuan Darah
Saat kita luka maka akan keluar darah, trombosit pecah dan mengeluarakan enzim trombokinase. Trombokinase bertemu dengan protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi Trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrinogen kemudian menjadi fibrin yaitu benang-benang halus, bentuk jaringan tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pemebekuan.

Protombin di buat di hati dan untuk pembutannya di perlukan vitamin K, dengan demikian Vitamin K penting untuk pembekuan.

Anatomi Jantung

Anatomi Jantung
Jantung memiliki memiliki 3 lapisan yaitu Peri kardium (lapisan paling luar), Miokardium (lapisan Tengah jantung), dan Endokardium (lapisan paling dalam).
Dalam rongga jantung terdiri 4 ruangan yang saling berhubungan:

  1. Atrium Kanan
  2. Ventrikel Kanan
  3. Atrium Kiri
  4. Ventrikel Kiri

Selanjutnya ada Arteri pulmonary sebgai saluran darah untuk menuju paru-paru, dan ada Aorta sebgai aliran darah untuk keseluruh tubuh.
Jantung juga memiliki katup-katup jantung :

A.Katup Antrio  Ventrikuler

a)      Katup Trikuspidalis : yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan

b)      Katup Bikuspidalis : yang memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri

B.Katup Semiluaris

a)      Katup Pulmonalis : yang mimsahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis

b)      Katup Aorta : yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.

 

Sistem Konduksi Jantung

Sisitem Konduksi Jantung

  •  SA node (Sinoatrial node)
  • AV node (Atrioventrikular node)
  • Antrioventrikular Bundle
  • Serabut Purkinje

-SA node merupakan sinyal atrium untuk kontraksi. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung. Dari sini impuls di teruskan ke AV node.

-AV node merupakan sinyal ventrikel  kontraksi. Selanjutnya impuls-impuls di teruskan ke antrioventrikular bundle melalui berkas wenckebach.

-Serabut Purkinje memungkinkan atrium berkontraksi bersmaan, lalu diikuti kontraksi ventrikel yang serempak, seihnggal terbentuk kinerja pompa darah yang terkoordinasi

Sistem Peredaran Darah

Peredaran Darah Jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid, kemudian darah di alirkan ke arteri pulmonalis melalui katup pulmonary yang selanjutnya darah akan ke paru-paru  untuk pertukaran CO2 dengan O2. Dari paru-paru darah masuk ke atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri melalui katup mitral, selanjutnya darah ke aorta melalui katup aorta yang kemudian akan di alirkan keseluruh tubuh.

Sistole   : keadan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup, katup tricuspid dan bicuspid dalam keadaan tertutup,  katup pulmonalis dan katup aorta terbuka, sehingga darah ventrikel kanan mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan. Sedangakan darah dari ventrikel kiri mengalir ke aorta lalu di edarkan ke seluruh tubuh.

Diastole: keadaan ketika jantung mengembang. Katup tricuspid dan bicuspid terbuka, sehingga darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel  kiri dan darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan. Kemudian darah dari paru-paru masuk ke atrium kiri dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masu ke atrium kanan.

KEPERAWATAN JIWA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

1.2  Tujuan

Supaya kita sebagai tenaga kesehatan memahami mengenai masalah kesehatan jiwa dan bagaimana cara kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan keperawatan kesehatan jiwa dalam menanggulangi masalah kesehatan jiwa itu sendiri.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1            Dedinisi Kesehatan dan Keperawan Jiwa

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

1)      WHO

Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.

2)      UU Kesehatan Jiwa No.13 Tahun 1966

Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain. Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).

3)      American Nurse Association

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

4)      Yohada

Keseshatan Jiwa adalah keadaan yg dinamis yg mengandung pengertian positif, yg dapat dilihat dari adanya kenormalan tingkalaku, keutuhan kepribadian, pengenalan yg benar dari realitas dan bukan hanya merupakan nkeadaan tanpa adanya penyakit, gangguan jiwa dan kelainan jiwa.

2.2            Prinsip Keperawatan Jiwa

1)      Manusia

Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.

2)      Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.

3)      Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.

4)      Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.

2.3            Ciri-ciri Sehat Jiwa

1)      Bersikap positif terhadap diri sendiri

2)      Mampu tumbuh, kembang dan aktualisasi diri

3)      Mampu mengatasi stress dan masalah pada dirinya

4)      Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang di ambil

5)      Persepsi realistic

6)      Menghargai perasaan dan sikap orang lain

7)      Menyusuaikan diri dengan lingkungan

2.4            Konsep Dasar Kesehatan dan keperawatan Jiwa

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Kesehatan jiwa meliputi :

1)      Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri

2)      Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain

3)      Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari – hari.

2.5            Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Kapan seseorangg dikatakan mengalamai gangguan jiwa Normal dan Abnormal. Gejala gangguan jiwa merupakan interaksi dari berbagai penyebab sebagai proses penyesuaian terhadap stressor. Gejala gangguan jiwa dpt berupa gangguan pada :

1)      Kesadaran

2)      Ingatan

3)      Orientasi

4)      Efek dan emosi

5)      Psikomotor

6)      Intelegensi

7)      Kepribadian

8)      Penampilan

9)      Proses pikir, persepsi

10)  Pola hidup

2.6            Penyebab Terjadinya Gangguan Jiwa

Walaupun gejala utama terdapat pada unsur kejiwaan tapi penyebab utamanya mugkin di badan (Somatogenik), di lingkungan sosial (Sosiogenik) atau psike (Psikogenik) Penyebabnya tidak tunggal tapi beberapa penyebab yg terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi.

Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pd diri seseorang. Reaksi tiap orang terhadap stress berbeda-beda.

Beberapa kemungkinan penyebab gangguan jiwa :

1)      Somatogenik

a)      Neuroanatomi

b)      Neurofiologi

c)      Neurokimia

d)     Tingkat perkembangan organik

e)      Faktor pre and perinatal

f)       Excessive secretion of the neurotransmitter nor epineprine

2)      Faktor Psikologik

a)      Interaksi ibu dan anak

b)      Peranan ayah

c)      Persaingan antar saudara kandung

d)     Hubungan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat

e)      Kehilangan

f)       Kosep diri

g)      Pola adaptasi

h)      Tingkat perkembangan emosi

3)      Faktor Sosial Budaya

a)      Kestabilan keluarga

b)      Pola asuh anak

c)      Tingak ekonomi

d)     Perumahan

e)      Pengaruh rasial dan keagamaan, nilai-nilai

2.7            Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dalam Upaya Penanganan Masalah Kesehatan  Jiwa

Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan aktifitas perawat kesehatan jiwa yaitu :

1)      Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental dan social sehingga dapat membentu penyembuhan pasien.

2)      Bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now” yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tiak itunda sehingga tidak terjai penumpukan masalah.

3)      Sebagai model peran yaitu paerawat dalam memberikan bantuan kepada pasien menggunakan dir sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat.

4)      Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan hal yang penting. dalam hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian biologis secara menyeluruh dalam mengevaluasi pasien kelainan jiwa untuk meneteksi adanya penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.

5)      Member pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien, keluarga dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa, cirri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, cirri-ciri gangguan jiwa, fungsi dan ugas keluarga, dan upaya perawatan pasien gangguan jiwa.

6)      Sebagai perantara social yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga dan masyarakat alam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.

7)      Kolaborasi dengan tim lain. Perawat dalam membantu pasien mengadakan kolaborasi dengan petugas lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja social, psikolog, dan lain-lain.

8)      Memimpin dan membantu tenaga perawatan dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada management keperawatan kesehatan jiwa. Sebagai pemimpin diharapkan dapat mengelola asuhan keperawatan jiwa an membantu perawat yang menjadi bawahannya.

9)      Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental. Hal ini penting untuk diketahui perawat bahwa sumber-sumber di masyarakat perlu iidentifikasi untuk digunakan sebagai factor penukung dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada di masyarakat. 

2.8            Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

1)      Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi keperawatan jiwa : yang kompeten).

2)      Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien).

3)      Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

4)      Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa).

5)      Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa).

6)      Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).

7)      Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).

8)      Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).

9)      Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).

10)  Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan : dengan standar- standar perawatan).

11)  Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).

2.9            Hak-hak Pasien Jiwa

1)      Hak untuk dihormati sebagai manusia

2)      Hak memperoleh privacy

3)      Hak untuk mempunyai kesempatan yg sama dan warga negara lainnya dlm pelayanan kesehatan pendapatan, pendidikan pekerjaan perumahan, transportasi dan hokum

4)      Hak untuk mendapatkan informasi, pendidikan dan training ttg G.jiwa, pengobatan perawatan dan pelayanan yg tersedia

5)      Hak untuk bekerja atau berinteraksi dgn tenaga kesehatan, khususnya dlm pengambilan keputusan sehubungan dgn tretment, perawatan dan rehabilitasi

6)      Hak untuk complain

7)      Hak untuk mendapatkan advocacy

8)      Hak untuk menghubungi teman dan saudara

9)      Hak mendapatkan pelayanan yg mempertimbangkan budaya, agama dan jenis kelamin

10)  Hak untuk hidup, bekerja dan berpartisipasi dlm masyarakat tanpa diskriminasi

2.10            Pelayanan Keperawatan Komprehensif

1)      Pencegahan Primer

Target pelayanannya yaitu anggota masayarakat yang belum mengalami gangguan sesuai dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut.

Aktivitas

a)      Program pendidikan kesehatan, program sosialisasi, manajmen stres dan persiapan menjadi orang tua.

b)      Program dukungan sosial

c)      Program pencegahan penggunaan obat.

2)      Pencegahan Sekunder

Target pelayanannya yaitu anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial atau gangguan jiwa.

Aktivitas

a)      Menentukan kasus sedini mungkin

b)      Melakukan skrining dan langkah-langkah lanjut

c)      Follow up

3)      Pencegahan Tersier

Target pelayanannya yaitu masayarakat yang sudah mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.

Aktivias

a)      Program dukungan sosial dan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat

b)      Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri

c)      Program pencegahan stigma.

2.11            Konseptual Model Keperawatan Kesehatan Jiwa

 

Model

View of behavioral deviation

 

Therapeutic process

Roles of a patient & therapist

 

Psychoanalytical

(freud, Erickson)

Ego tidak mampu mengontrol ansietas, konflik tidak selesai

 

Asosiasi bebas & analisa mimpi

Transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu

Klien: mengungkapkan semua pikiran & mimpi

Terapist : menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien

 

Interpersonal

(Sullivan, peplau)

Ansietas timbul & dialami secara interpersonal, basic fear is fear of rejection

 

Build feeling security

Trusting relationship & interpersonal satisfaction

Patient: share anxieties

Therapist : use empathy & relationship

 

Social

(caplan,szasz)

Social & environmental factors create stress, which cause anxiety &symptom

 

Environment manipulation & social support

Pasien: menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat

Terapist: menggali system social klien

 

Existensial

(Ellis, Rogers)

Individu gagal menemukan dan menerima diri sendiri

 

Experience in relationship, conducted in group

Encouraged to accept self & control behavior

Klien: berperan serta dalam pengalaman yang berarti untuk mempelajari diri

Terapist: memperluas kesadaran diri klien

 

Supportive Therapy

(Wermon,Rockland)

Faktor biopsikososial & respon maladaptive saat ini

 

Menguatkan respon koping adaptif

Klien: terlibat dalam identifikasi coping

Terapist: hubungan yang hangta dan empatik

 

Medical

(Meyer,Kreaplin)

Combination from physiological, genetic, environmental & social

 

Pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik & teknik interpersonal

Klien: menjalani prosedur diagnostic & terapi jangka panjang

Terapist : Therapy, Repport effects,Diagnose illness, Therapeutic Approach

Berdasarkan konseptual model keperawatan diatas, maka dapat dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:

1)      Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).

Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.

Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.

Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

2)      Interpersonal ( Sullivan, peplau)

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.

Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.

Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

3)      Social ( Caplan, Szasz)

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)

Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4)      Existensial ( Ellis, Rogers)

Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya

Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior).

Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.

5)      Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.

Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.

Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

6)      Medica ( Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

2.12            Peran Perawat Kesehatan Jiwa

1)      Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

2)      Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

3)      Berperan serta dlm pengelolaan kasus

4)      Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental – penyuluhan dan konseling

5)      Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan

6)      Memberikan pedoman pelayanan kesehatan.

BAB III

PENUTUP

3.1            Kesimpulan

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pd diri seseorang.

Prinsip Keperawatan Jiwa

1)      Manusia

2)      Lingkungan

3)      Kesehatan

4)      Keperawatan

Kesehatan jiwa meliputi :

1)      Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri

2)      Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain

3)      Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari – hari.

Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat icapai dengan aktifitas perawat kesehatan jiwa yang membantu upaya penanggulangan maslah kesehatan jiwa.

3.2            Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama. 

Konsep Keperawatan Maternitas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG

Keperawatan maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada wanita usia subur yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa kehamilan, masa melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan sampai berusia 40 hari beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. (CHS/KIKI, 1993). Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk dirinya.

Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi dan mendidik WUS dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah kehamilan persalinan dan nifas, membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan secara dini dari keadaan normal selama kehamilan sampai persalinan dan masa diantara dua kehamilan, memberikan konsultasi tentang perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan, membantu dalam proses persalinan dan menolong persalinan normal, merawat wanita masa nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari menuju kemandirian dan merujuk kepada tim kesehatan lain untuk kondisi-kondisi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.

1.2     RUMUSAN MASALAH

A.       Konsep Keperawatan Maternitas

1.   Pengertian Keperawatan Maternitas

2.   Peran Perawat Maternitas

3.   Pendekatan Pelayanan Keperawatan Maternitas

4.   Model Konsep Keperawatan Maternitas

B.        Perspektif Keperawatan MaterniTAS

1.   Tujuan Keperawatan Maternitas

2.   Karakteristik Keperawatan MaternitaS

3.   Paradigma Keperawatan Maternitas

4.   Tatanan Pelayanan MaternitAS

5.   Standar Praktik Maternitas

BAB II

ISI

A.       KONSEP KEPERAWATAN MATERNITAS

2.1    Pengertian Keperawatan Maternitas

Keperawatan Maternitas merupakan persiapan persalinan serta kwalitas pelayanan kesehatan yang dilakukan dan difokuskan kepada kebutuhan bio-fisik dan psikososial dari klien, keluarga , dan bayi baru lahir. (May & Mahlmeister, 1990). Keperawatan Maternitas merupakan sub system dari pelayanan kesehatan dimana perawat berkolaborasi dengan keluarga dan lainnya untuk membantu beradaptasi pada masa prenatal, intranatal, postnatal, dan masa interpartal. (Auvenshine & Enriquez, 1990). Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan yang sangat luas, dimulai dari konsepsi sampai dengan enam minggu setelah melahirkan. (Shane,et.al.,1990). Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan professional berkwalitas yang difokuskan pada kebutuhan adaptasi fisik dan psikososial ibu selama proses konsepsi / kehamilan, melahirkan, nifas, keluarga, dan bayi baru lahir dengan menekankan pada pendekatan keluarga sebagai sentra pelayanan. (Reede, 1997). Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada wanita usia subur (WUS) yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa kehamilan, masa melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan sampai berusia 40 hari beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. (CHS/KIKI, 1993)

2.2    Peran Perawat Maternitas

Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Reeder (1997):

a.       Pelaksana

b.      Pendidik

c.       Konselor

d.      Role model bagi para ibu

e.       Role model bagi teman sejawat

f.       Perumus masalah

g.      Ahli keperawatan

Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Old(1988), Bobak & Jensen (1993):

a.       Member pelayanan

b.      Advocat

c.       Pendidik

d.      Change Agent

e.       Political Activist

f.       Peneliti

2.3    Pendekatan Pelayanan Keperawatan Maternitas

Pendekatan pelayanan dalam keperawatan maternitas yaitu:

a.       Holistik

b.      Penghargaan terhadap pasien

c.       Peningkatan kemampuan pasien Kemandirian

d.      Pemanfaatan & peningkatan sumber daya yang diperlukan

e.       Proses keperawatan

f.       Berpusat pada keluarga= FCMC (Family Centered Maternity Care)

g.      Caring :Siap dengan klien, menghargai system nilai, memenuhi kebutuhan dasar klien, penyuluhan/konseling kesehatan.

2.4        Model Konsep Keperawatan Maternitas

1.      Tradisional Care

Keperawatan maternitas yang dilakukan secara tradisional. Pada penggunaan konsep ini, proses kelahiran ditangani oleh tenaga yang tidak terlatih.

Ciri-ciri dari TC adalah :

a.       Memisahkan ibu dari keluarga selama proses persalinan.

b.      Memindahkan klien: dari ruang penerimaan ke ruang persalinan.

c.       Melarang ibu beraktifitas selama proses persalinan.

d.      Melakukan tindakan rutin: episitomi, obat-obatan.

e.       Tidak ada keluarga ikut dalam proses persalinan & operasi.

f.       Kontak orang tua & anak kurang.

g.      Pemberian susu bayi dibatasi.

h.      Waktu berkunjung dibatasi.

i.        Rooming-in dibatasi.

j.        Tidak ada Follow-up ke rumah.

k.      Kontrol postpartum rutin pada hari minggu ke enam.

Contoh dari TC adalah pemisahan ruang rawat ibu dan bayi. Bayi mempunyai ruangan khusus yang didalamnya terdapat bayi dari seluruh ibu yang telah melewati proses persalinan. Ibu dan bayi hanya dipertemukan saat waktu pemberian ASI pada bayi tersebut tiba.

Penggunaan metode ini mengakibatkan kontak batiniah antara ibu dan anak tidak terlalu kuat.

2.      FCMC (Family Centered Maternity Care)

Proses keperawatan maternitas yang ditangani oleh tenaga terlatih dan mampu melaksanakan proses keperawatan maternitas mulai dari proses kehamilan calon ibu sampai perawatan bayi dan masa nifas ibu pasca melahirkan.

a.    Melaksanakan kelas untuk pendidikan prenatal orang tua.

b.   Mengikut serta keluarga dalam perawatan kehamilan, persalinan, dan nifas.

c.    Mengikut sertakan keluarga dalam operasi.

d.   Mengatur kamar bersalin sepeti suasana rumah.

e.    Menetapkan peraturan yang flexibel.

f.    Menjalankan system kunjungan tidak ketat.

g.   Mengadakan kontak dini bayi dan orang tua.

h.   Menjalankan rooming-in (Ruang rawat gabung untuk ibu hamil).

i.     Mengikut sertakan anak-anak dalam proses perawatan.

j.     Melibatkan keluarga dalam perawatan NICU.

k.   Pemulangan secepat mungkin dengan diikuti Follow-up.

Contoh dari konsep FCMC adalah tindakan Kurtase dan metode kanguru.

Tindakan kurtase adalah tindakan yang dilakukan pada klien abortus yang dikarenakan keabnormalan dari janin klien tersebut yang dapat membahayakan jiwa klien. Pada masa TC, abortus hanya dilakukan oleh tenaga tidak terlatih, sehingga proses abortus hanya sebatas mengeluarkan janin yang ada dalam kandungan tanpa adanya usaha untuk membersihkan seluruh sisa dari janin yang telah dikeluarkan. Proses kurtase ini baru digunakan dalam konsep FCMC karena konsep kurtase ini membutuhkan tenaga ahli dan profesional serta harus didukung oleh peralatan yang memadai.(Penjelasan Kurtase terlampir)

Sedangkan metode kanguru adalah metode yang diterapkan pada bayi prematur. Metode kanguru ini merupakan pengganti metode inkubator. Di beberapa negara maju di dunia, lebih memilih menggunakan metode kanguru dibandingkan dengan metode inkubator. Karena dengan metode kanguru, kontak batin antara ibu-anak akan lebih terbentuk dibandingkan dengan menggunakan inkubator yang membuat ibu dan bayinya terpisah.

3.      Model Konsep “Self Care Orem”

a.    Penekanan pada aktifitas mandiri kemudian mencapai kesejahteraan ibu & bayi.

b.   Pada Maternal: mampu mandiri dalam perawatan diri.

c.    Melihat dari kemampuan.

d.   Berdasarkan kondisi.

4.      Model Konsep “Adaptasi” :

a.    Mempunyai kemampuan adaptasi dalam rangka mencapai kebutuhan.

b.   Manusia selalu konstan berinteraksi dengan lingkungan (selalu berubah).

c.    Maternal sepanjang proses konsepsi sampai postpartum terjadi perubahan fisik, psikologis, dan social.

5.      Model Konsep “I King” :

a.    Personal.

b.   Interpersonal.

c.    Social (Dinamik, interaksi mudah diberikan informasi & memberikan informasi).

B.     PERSPEKTIF KEPERAWATAN MATERNITAS

2.5  Tujuan Keperawatan Maternitas

Tujuan keperawatan maternitas adalah:

a.       Membantu wanita usia subur & keluarga dalam masalah produksi & menghadapi kehamilan.

b.      Membantu PUS untuk memahami kehamilan, persalinan, & nifas adalah normal.

c.       Member dukungan agar ibu memandang kehamilan, persalinan, & nifas adalah pengalaman positif & menyenamgkan.

d.      Membantu mendeteksi penyimpangan secara dini.

e.       Member informasi tentang kebutuhan calon orang tua.

f.       Memahami keadaan social & ekonomi ibu.

2.6     Karakteristik Keperawatan Maternitas

Karakteristik keperawatan maternitas yaitu:

a.    Fokus kebutuhan dasar = Sejahtera

b.   Pendekatan keluarga = FCMC

c.    Tindakan khusus dengan peran perawat.

d.   Terjadi interaksi = Strategi Pelayanan

e.    Kerja dalam Tim = Semua yang terkait.

2.7     Paradigma Keperawatan Maternitas

Paradigma keperawatan merupakan suatu cara pandang dari profesi keperawatan untuk melihat suatu kondisi dan fenomena yang terkait secara langsung dengan aktifitas yang terjadi dalam profesi tersebut. Paradigma keperawatan pada keperawatan maternitas meliputi manusia, lingkungan, sehat dan keperawatan.

1.   Manusia

Manusia terdiri dari:

a.    WUS

b.   PUS

c.    Perempuan dan Janin

d.   Perempuan masa persalinan

e.    Perempuan nifas hingga 6 minggu

f.    Bayi sampai usia 40 hari

g.   Keluarga

h.   Masyarakat Unik, Utuh, Tumbang.

2.   Lingkungan

Sikap, nilai dan prerilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan social disamping pengaruh fisik Proses kehamilan danpersalinan serta nifas akan melibatkan semua anggota keluarga dan masyarakat. Proses kelahiran merupakan permulaan suatu bentuk hubungan baru dalam keluarga yang sangat penting, sehingga pelayanan maternitas akan mendorong interaksi yang positif dari orang tua, bayi dan angota keluarga lainnya dengan menggunakan sumber-sumber dalam keluarga.

3.  Sehat
Sehat adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar, bersifat dinamis dimana perubahan-perubahan fisik dan psikososial mempengaruhi kesehatan seseorang. Setiap individu memiliki hak untuk lahir sehat sehingga WUS dan ibu memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

4.   Keperawatan Ibu

Keperawatan ibu merupakan pelayanan keperawatan professional yang ditujukan kepada wanita usia subur wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari, beserta keluarganya yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Keperawatan ibu memberikan asuhan keperawatan holistik dengan selalu menghargai klien dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk dirinya.

2.8     Tatanan Pelayanan Maternitas

Tatanan pelayanan keperawatan maternitas yaitu:

a.       Rumah Sakit

b.      Puskesmas

c.       Rumah bersalin

d.      Komunitas

e.       Polindes

2.9     Standar Praktik Maternitas

1.      Menurut OGNN :

Area Klinik :

a.       Keperawatan Antepartum

b.      Keperawatan Intrapartum

c.       Keperawatan Postpartum

Praktek Keperawatan :

a.       Perawatan Obstetrik

b.      Perawatan Ginekology

c.       Perawatan Neonatal

Praktek keperawatan yang komprehensif disediakan untuk individu, keluarga, & masyarakat dengan kerangka proses keperawatan.

Penkes untuk individu, keluarga, & masyarakat merupakan bagian integral dari praktek keperawatan OGN.

2.      Menurut ANA, 1987:

a.       Perawat membantu anak & orang tuanya untuk meningkatkan & mempertahankan kesehatan yang optimal.

b.      Perawat membantu keluarga untuk mencapai & mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan personal dari anggota keluarga & fungsi keluarga yang optimal.

c.       Perawat memberikan pelayanan kepada klien yang membutuhkan, dan keluarga yang mempunyai resiko untuk mencegah masalah aktual & potensial dalam kesehatan.

d.      Perawat meningkatkan lingkungan yang tidak membahayakan tumbuh kembang & sistem reproduksi.

e.       Perawat mendeteksi perubahan status kesehatan & deviasi dari perkembangan yang optimum.

f.       Perawat memberikan intervensi yang tepat & pengobatan untuk meningkatkan kesehatan & memulihkan penyakit.

g.      Perawat membantu klien & keluarganya untuk mengerti & memakai koping yang baik dengan trauma/benturan dalam perkembangan selama sakit, masa tumbang, & anak-anak.

h.      Perawat mempunyai strategi yang aktif & positif untuk menggunakan sumber-sumber dalam member pelayanan.

i.        Perawat meningkatkan praktek keperawatan ibu & anak melalui penilaian praktek, pendidikan, & penelitian.

BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari, beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

Setiap individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan ibu menyakini bahwa peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis yang normal serta membutuhkan adaptasi fisik dan psikososial dari individu dan keluarga. Keluarga perlu didukung untuk memandang kehamilan sebagai pengalaman yang positif dan menyenangkan. Upaya mempertahankan kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan partisipasi aktif dari keluarganya.

Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, dapat mengakibatkan krisis situasi selama anggota keluarga tidak merupakan satu keluarga yang utuh. Proses kelahiran merupakan permulaan bentuk hubungan baru dalam keluarga yang sangat penting. Pelayanan keperawatan ibu akan mendorong interaksi positif dari orang tua, bayi dan angggota keluarga lainnya dengan menggunakan sumber-sumber dalam keluarga. Sikap, nilai dan perilaku setiap individu dipengaruhi oleh budaya dan social ekonomi dari calon ibu sehingga ibu serta individu yang dilahirkan akan dipengaruhi oleh budaya yang diwarisi.

Dalam memberikan asuhan keperawatan diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

http://keperawatan-keperawatan.blogspot.com/2008/02/konsep-dasar-keperawatan-maternitas.html

PERSPEKTIF KEPERAWATAN ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG

Anak dipandang sebagai individu yang unik, yang punya potensi untuk tumbuh dan berkembang ( Supartini, Yupi ). Anak bukanlah miniature orang dewasa, melainkan individu yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik. Sepanjang rentang sehat-sakit, anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga tumbuh kembangnya dapat terus berjalan. Orangtua diyakini sebagai orang yang paling tepat dan paling baik dalam memberikan perawatan pada anak, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

 

Proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak. Dimana terjadi proses interaksi terus menerus serta rumit antara faktor genetika dan faktor lingkungan, baik lingkungan sebelum anak dilahirkan maupun lingkungan setelah dilahirkan. Setiap orang tua ingin menjadikan anaknya mempunyai taraf kesehatan yang baik, namun banyak faktor yang mempengaruhi terciptanya keinginan tersebut salah satunya adalah tumbuh kembang sang anak itu sendiri.

 

1.2  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan suatu permasalahan dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :

A.    Apa saja factor yang mempengaruhi perspektif keperawatan anak?

B.     Apa saja factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?

 

1.3  TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat memahami tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

A.    Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi perspektif keperawatan anak?

B.     Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?

 

BAB II

TEORI

2.1  PERSPEKTIF KEPERAWATAN ANAK

A.    Mortalitas dan Morbiditas Pada Bayi dan Anak-Anak

1.      Mortalitas

a)      Mortalitas Bayi

Angka mortalitas bayi merupakan jumlah kematian per 1000 kelahiran hidup selama tahun pertama kehidupan, yang kemudian dibagi menjadi mortalitan neonatal (usia <28 hari) dan mortalitas pascanatal (usia 28 hari-11 bulan)

Proporsi penyakit penyebab kematian bayi (Depkes, 2004): :

o   Penyakit system pernafasan          : 29,5 %

o   Gangguan perinatal                       : 29,3 %

o   Diare                                             : 13,9 %

o   Penyakit sistem syaraf                  : 5,5 %

o   Tetanus                                          : 3,68%

o   Infeksi dan parasit lain                  : 3,5 %

 

Faktor – faktor yang meningkatkan resiko mortalitas bayi meliputi ras klit hitam, gender laki – laki, gestasi pendek atau panjang, urutan kelahiran, usia maternal dang tingkat pendidikan ibu. Adapun 4 penyebab utama dari terjadinya mortalitas pada bayi yaitu anomali kongenital, gangguan yang berhubunngan dengan gestasi pendek, BBlR yang tidak khas dan sindrom distress pernapasan.

 

Angka mortalitas bayi dan anak berguna untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan program di bidang kesehatan, sebagai pengukur situasi demografi, sebagai masukan dalam perhitungan proyeksi penduduk, dan untuk mengidentifikasi kelompok penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi.(Robby As,2007)

 

Di indonesia kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mulai meningkat, ijalankannya program-program kesehatan masyarakat seperti pembasmian malaria dan cacar, Pembangunan baik ekonomi, sosial dan lainnya makin digalakkan ( Hugo dan kawan-kawan, 1987 ).

 

 

b)      Mortalitas anak-anak

Mortalitas yangterjadi pada anak di atas usia 1 tahun , penyebab yang tersering adalah cedera yang tidak di sengaja.

Penyebab kematian pada anak :

o   Kekerasan pada anak

o   Penyakit infeksi

o   Kondisi perinatal

o   Cedera seperti tenggelam, kecelakaan, luka bakar, asfiksiamekanis, keracunan.

 

Untuk anak berusia lebih dari 1 tahun, angka kematiannya lebih kecil dari angka kematian bayi. Anal berusia 5 sampai 14 tahun mempunyai angka kematian paling rendah. Namun peningkatan terjadi selama masa remaja akhir terutama karena cedera, pembunuhan, dan bunuh diri.

 

2.      Morbiditas

Tidak seperti mortalitas, morbiditas sangat sulit didefenisikan dan mungkin menunjukkan penyakit akut, penyakit kronik, atau ketidakmampuan. Sumber data umum mencakup alas an datang kedokter, diagnosis saat masuk rumah sakit, atau wawancara di rumah tangga. Tidak seperti mortalitas yang direvisi setiap tahun, morbiditas jarang direvisi dan tidak selalu mewakili popilasi umum.

a)      Morbiditas anak-anak

Banyak disebabkan oleh  penyakit akut :

o   Penyakit pernapasan                     : 50%

o   Infeksi dan penyakit parasit          : 11%)

o   Cedera                                           : 15 %,  

o   Ketidakmampuan yang dapat diukur dengan aktivitas dalam derajat tertentu, misalnya hari tidak datang kesekolah dan hari berbaring ditempat tidur. Tipe penyakit yang didapat anak bervariasi sesuai usia seperti ispa, pnemunia dan cedera.  Peningkatan angka morbiditas desebabkan karena terbatasnya akses kesehatan, kemiskinan, derajat ketidakmampuan, dan pendidikan orang tua.

 

 

 

b)      Morbiditas baru/penyakit sosial pediatric

Merupakan masalah psikolososial pada anak seperti sossioekonomi yang rendah, keluarga orang tua tunggal, keluhan gangguan fisik kronik, keterampilan membaca yang kurang.

 

B.     Evolusi Pelayanan Kesehatan Anak Di Indonesia

Angka kematian Bayi dan Anak, khususnya bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat tinggal orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial – ekonomi orang tua si bayi.Pengaruh budaya, agama dan kepercayaan terhadap kesehatan anak.

 

Secara umum AKB di Indonesia sejak awal abad ke-20 cenderung menurun diawali masuknya industrialisasi dari Eropa ke Indonesia ( Hugo dan kawan – kawan, 1987 ).

 

Berdasarkan pengamatan Cho dan peneliti lainnya ( 1980 ) turunnya angka kematian pada dekade 1930-an ini lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena adanya depresi ekonomi. Kesejahteraan masyarakat nampaknya sudah mulai membaik pada tahun 1950-an dengan dijalankannya program-program kesehatan masyarakat seperti pembasmian malaria dan cacar ( Hugo dan kawan-kawan, 1987 ). Perbaikan gizi keluarga dan masyarakat , serta pembangunan kesehatan mempunyai andil yang cukup memadai dalam menurunkan AKB. Demikian juga halnya dengan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mulai meningkat, sejalan dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Khususnya Pembangunan baik ekonomi, sosial dan lainnya makin digalakkan, sehingga pendapatan masyarakat dan kesadaran akan kesehatan makin meningkat.

 

Era globalisasi dan era informasi yang akhir-akhir ini mulai masuk ke Indonesia telah membuat tuntutan-tuntutan baru di segala sektor dalam Negara kita. Tidak terkecuali dalam sektor pelayanan kesehatan, era globalisasi dan informasi seakan telah membuat standar baru yang harus dipenuhi oleh seluruh pemain di sektor ini. Hal tersebut telah membuat dunia keperawatan di Indonesia menjadi tertantang untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan yang berbasis teknologi informasi. Namun memang kita tidak bisa mnutup mata akan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh keperawatan di Indonesia, diantaranya adalah keterbatasan SDM yang menguasai bidang keperawatan dan teknologi informasi sevara terpadu, masih minimnya infrastruktur untuk menerapkan sistem informasi di dunia pelayanan, dan masih rendahnya minat para perawat di bidang teknologi informasi keperawatan.

 

Kualitas atau mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit bergantung kepada kecepatan, kemudahan, dan ketepatan dalam melakukan tindakan keperawatan yang berarti juga pelayanan keperawatan bergantung kepada efisiensi dan efektifitas struktural yang ada dalam keseluruhan sistem suatu rumah sakit. Pelayanan rumah sakit setidaknya terbagi menjadi dua bagian besar yaitu pelayanan medis dan pelayanan yang bersifat non-medis, sebagai contoh pelayanan medis dapat terdiri dari pemberian obat, pemberian makanan, asuhan keperawatan, diagnosa medis, dan lain-lain. Ada pun pelayanan yang bersifat non medis seperti proses penerimaan, proses pembayaran, sampai proses administrasi yang terkait dengan klien yang dirawat merupakan bentuk pelayanan yang tidak kalah pentingnya.

 

Pelayanan yang bersifat medis khususnya di pelayanan keperawatan mengalami perkembangan teknologi informasi yang sangat membantu dalam proses keperawatan dimulai dari pemasukan data secara digital ke dalam komputer yang dapat memudahkan pengkajian selanjutnya, intervensi apa yang sesuai dengan diagnosis yan sudah ditegakkan sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang diharapkan oleh perawat setelah klien menerima asuhan keperawatan, dan semua proses tersebut tentunya harus sesuai dengan NANDA, NIC, dan NOC yang sebelumnya telah dimasukkan ke dalam database program aplikasi yang digunakan. Namun ada hal yang perlu kembali dipahami oleh semua tenaga kesehatan yang menggunakan teknologi informasi yaitu semua teknologi yang berkembang dengan pesat ini hanyalah sebuah alat bantu yang tidak ada gunanya tanpa intelektualitas dari penggunanya dalam hal ini adalah perawat dengan segala pengetahuannya tentang ilmu keperawatan.

 

Contoh nyata yang dapat kita lihat di dunia keperawatan Indonesia yang telah menerapkan sistem informasi yang berbasis komputer adalah terobosan yang diciptakan oleh kawan-kawan perawat di RSUD Banyumas. Sebelum menerapkan sistem ini hal pertama yang dilakukan adalah membakukan klasifikasi diagnosis keperawatan yang selama ini dirasa masih rancu, hal ini dilakukan untuk menghilangkan ambiguitas dokumentasi serta memberikan manfaat lebih lanjut terhadap sistem kompensasi, penjadwalan, evaluasi efektifitas intervensi sampai kepada upaya identifikasi error dalam manajemen keperawatan. Sistem ini mempermudah perawat memonitor klien dan segera dapat memasukkan data terkini dan intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam komputer yang sudah tersedia di setiap bangsal sehingga akan mengurangi kesalahan dalam dokumentasi dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang sudah dilakukan.

 

C.    Pengaruh Budaya, Agama dan Kepercayaan Terhadap Kesehatan Anak

Keyakinan keluarga tentang kesehatan, pola didik dan pola asuh terhadap anak juga dipengaruhi oleh nilai budaya, agama dan moral yang dianutnya. Ini akan mempengaruhi kesehatan anak bahkan dimulai sejak ia masih di dalam kandungan ibunya. Setiap keluarga memiliki pandangan yang berbeda dalam membesarkan anaknya, seperti  yang memiliki perbedaan budaya antara keluarga dengan budaya minang dan keluarga berbudaya batak. Hal-hal yang ditanamkan terhadap anak-anak mereka berbeda sehingga pola hidup dan kesehatan anaknya juga berbeda misalnya dalam kesehatan emosional.

1.      Adat dan tradisi

Pemahaman berbagai keyakinan mengenai penyebab penyakitdan sakit, serta praktik kesehatan tradisional. Makin banyak perawat mengetahui tentang nilai keyakinan, dan adat kelompok etnis lain maka makin baik mereka memenuhi kebutuhan keluarga dan anak.

o   Relativitas budaya merupakan konsep suatu perilaku harus dinilai terlebih dahulu dalam konteks budya asal terjadinya perilaku tersebut. Beberapa budaya mengganggap gender anak dapat mempengaruhi persepsi suatu keluaraga tentang implikasi  penyakit. Pengertian penyakit atau tanda dan gejala suatu penyakit juga dipengaruhi oleh budaya, beberapa budaya misalnya mengganggap diare sebagai pembersihan tubuh.

o   Hubungan dengan pemberi perawatan kesehatan , dalam banyak kelompok budaya ibu memegang peranan penting  dalam kesehatan sementara kelompok lain orang tua sama – sama terlibat. Pendekatan terhadap anak juga dapat di pengaruhi oleh budaya, misanya sebagain keompok merasa bahwa masuknya anak ke rumah sakit merupakan masalah keluarga, anak di lepaskan tanpa campur tangan keluarga di rumah sakit.

o   Komunikasi , merupakan suatu distress kelompok karena komunikasi adalah hal terpenting dalam pelayanan keperawatan. Kontak mata juga dapat dipandang berbeda dalam beberapa budaya.

o   Kebiasaan makan

o   Keyakinan dan prkatik kesehatan merupakan bagian integral  dari warisan budaya kesehatan keluarga. Contohnya kekuatan alam, kekuatan supranatural, ketidakseimbangan kekuatan.

o   Praktik keseahtan merupakan altrnatif bagi mereka ketika penyembuhan di rumah sakit tidak berhasil.

o   Mitos yang dikaitkan dengan pengaruh pranatal.

 

2.      Keyakinan religious

Dimensi religius merupakan pengaruh terpenting dalam kehidupan individu dan memberikan makna terhadap kehidupan serta memberikan sumber cinta. Asuhan keperawatan holistik ditingkatkan melalui integrasi  asuhan spiritual dan psikososial. Diantara banyak kematian dan penyakit diyakini sebagai dosa bagi sebagian keperrcayaan dan menganggap bahwa tenaga kesehatan tidak akan mampu melindungi mereka yang di hukum tuhan.

 

D.    Keperawatan Pediatrik

Pediatrik berkenaan dengan kesehatan bayi, anak remaja, , pertumbuhan dan perkembagannya dan kesempatannya untuk mencapai potensi penuh sebagai orang dewasa.Lebih dari seabad yang lalu ilmu pediactrik muncul sebagai kekhususan dalam menanggapi meningkatan kasadaran bahwa problem kesehatan anak berbeda dengan orang dewasa dan bahwa respon anak terhadap sakit dan stres berdeda beda sesuai dengan umur

1.      Filosofi Asuhan

a)      Asuhan berpusat Pada Keluarga (Family Centered Care)

Keluarga sebagai suatu kehidupan yang konstan dan individu mendukung, menghargai dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi dalam memberikan asuhan terhadap anak (Johson, 1989). System pelayanan dan personel harus juga mendukung, menghargai, mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga melalui pemberdayaan pendekatan dan pemberian bantuan efektif (Duns dan Trivette, 1996).

Dua konsep dasar dalam asuhan berpusat kemuarga yaitu:

o   Memampukan, dengan menciptakan kesempatan dan cara bagi anggota keluarga untuk menunjukkan kemampuan dan kompetensi terbaru mereka dan untuk mendapatkan kemampuan dan kompetensi yang baru yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak dan keluarga.

o   Pemberdayaan, menggambarkan interaksi profesional dengan keluarga dalam cara tertentu sehingga mempertahankan atau mendapat kontrol atas kehidupan mereka sendiri dan membuat perubahan positif yang dihasilkan dari perilaku membantu yang mengembangkan kekuatan, kemampuan, dan tindakan mereka sendiri (Duns dan Trivette, 1996).

 

Sebagai seorang perawat, kita harus mampu memfasilitasi keluarga dalam pemberian tindakan keperawatan langsung, pemberian pendidikan kesehatan pada anak, memperhatikan bagaimana kehidupan social, budaya dan ekonomi keluarga sehingga dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari keluarga tersebut dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat juga melibatkan keluarga dalam hal ini yaitu dengan cara mengajak kerjasama/ melibatkan dan mengajarkan pada keluarga tentang perawatan anak ketika sehat maupun sakit.

 

b)      Asuhan Atraumatik (Atraumatic care)

Tujuan utama :  “DO NO HARM” atau pertama, jangan melukai yaitu :

o   Mencegah/mengurangi anak berpisah dari orang tua

o   Meningkatkan rasa kendali

o   Mencegah/mengurangi trauma fisik dan nyeri

 

Contoh pemberian asuhan atraumatik meliputi:

o   Pengembangan hubungan orang tua-anak selama dirawat dirumah sakit

o   Menyiapkan anak sebelum pelaksanaan terapi dan prosedur yang tidak dikenalinya

o   Mengendalikan perasaan sakit

o   Memberikan privasi pada anak

o   Memberikan aktivitas bermain untuk mengungkapkan ketakutan dan permusuhan

o   Menyediakan pilihan untuk anak-anak

o   Menghormati berbedaan budaya.

 

 

 

 

 

E.     Peran Perawat Pediatrik

1.      Hubungan terapeutik

Diterapkan dalam berkomunikasi dengan anak dan keluarga, bersifat empati dan professional dengan memisahkan peran perawat dari keluarga tanpa mengganggu kenyamanan anak dan keluarga

2.      Family advocacy/caring

Advokasi meliputi jaminan bahwa keluarga akan mengetahui yankes yang tersedia, diinformasikan tentang prosedur dan pengobatannya secara benar. Caring berarti memberikan yankes secara langsung pada anak. 

 

3.      Disease prevention/Health promotion

Melakukan dan mengajarkan keluarga tentang bagaimana cara mencegah penyakit baik dari luar maupun dari dalam tubuh.

 

4.      Health education

Memberikan pendidikan kesehatan yang bertujuan membantu orangtua dan anak memahami suatu pengobatan medis,  mengevaluasi pengetahuan anak tentang kesehatan mereka, memberi pedoman antisipasi

 

5.      Support/counseling

Memberikan perhatian pada kebutuhan emosi melalui dukungan dan konseling. Dukungan diberikan dengan mendengar, menyentuh dan kehadiran fisik untuk memudahkan komunikasi nonverbal. Sedangkan, konseling dalam bentuk pertukaran pendapat, melibatkan dukungan, penyuluhan teknik untuk membantu keluarga mengatasi stress dan mendorong ekspresi perasaan dan pikiran. Yang membantu keluarga mengatasi stress dan memampukan untuk mendapatkan tingkat fungsi yang lebih tinggi.

 

6.      Pengambil keputusan etis

Prinsipnya, tindakan yang ditentukan adalah yang paling menguntungkan klien, dan sedikit bahayanya terhadap segala aspek yang berhubungan denagn pelaksanaan asuhan keperawatan. Seperti dalam kerangka kerja mesyarakat, standar praktik professional, hukum, aturan lembaga, tradisi religius, sistem nilai keluarga dan nilai pribadi perawat.

 

7.      Coordination/Collaboration

Bekerjasama dengan spesialis / profesi lain dalam mengatasi kesehatan anak.

 

8.      Peran restorative

Keterlibatan perawat secara langsung dalam aktivitas pemberi asuhan yang dilakukan atas daar konsep teori yang berfokus pada pengkajian dan evaluasi status yang berkesinambungan. Perawat punya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap tindakannya.

 

9.      Research

Melakukan praktik berasarkan penelitian, menerapkan metode inovatif dalam memberikan intervensi pada anak, melakukannya berdasarkan penelitian dan sesuai rasional.

 

10.  Health care planning

Menggunakan perencanaan & metode yang tepat untuk perawatan anak. Perawat melibatkan penyediaan layanan yang baru, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

 

11.  Trend masa depan

Ada beberapa hal yang dituntut :

o   Pengobatan penyakit (kuratif) menjadi promosi kesehatan (promotif)

o   Filosofi asuhan berpusat pada keluarga bukan pilihan melainkan kewajiban

o   Perawat dituntut meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, komputer, membuktikan keunikan peran mereka dan dituntut lebih mandiri dan melebihi lingkungan asuhan terdahulu.

 

2.2  PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

A.    Tahap Perkembangan

Kebanyakan para ahli menggolongkan pertumbuhan dan perilaku anak kedalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan kelompok usia, namun dalam kenyataannya tahap-tahap tersebut bersifat semena karena tidak mempertimbangkan keunikan dan perbedaan individu sehingga tidak dapat diterapkan ke semua anak.Adapun urutan periode dan subperiode usia perkembangan menurut Wong yaitu:

o   Periode prenatal : konsepsi sampai dengan lahir. Cepat lajunya pertumbuhan tergantung yang bersifat total membuat periode ini menjadi periode yang terpenting dalam proses perkembangan.

o   Masa bayi : lahir hingga 1 tahun. Masa bayi merupakan masa perkeembangan kognitif , motorik dan social yang cepat.Bersama pemberi asuhan (orang tua ) , bayi membentuk dasar rasa percaya pada dunia dan dasar hubungan interpersonal di masa yang akan datang.

o   Masa kanak-kanak awal : 1 sampai 6 tahun. Periode ini mulai dari anak mampu bergerak sendiri , berdiri sampai sang anak masuk sekolah , dicirikan dengan aktivitas yang tinggi dan penemuan-penemuan.

o   Masa kanak-kanak pertengahan : 6 sampai 11 atau 12 tahun (usia sekolah).Dimana periode ini , si anak diminta untuk lebih sedikit menjauh dari keluarga dan teralihkan pada interaksinya dengan social baik itu teman sebaya maupun lingkungannya.

o   Masa kanak-kanak akhir 11-19 tahun: periode transisi sampai dengan ambang batas masa dewasa.

 

B.     Pola Tumbuh Kembang

Pola tumbuh kembang  bersifat jelas , dapat diprediksi , kontiniu , dan progresif.Pola ini bersifat mendasar terhadap semua individi tetapi unik dalam hal cara dan waktu pencapaiannya.

Kecendrungan arah

1.      Sefalokaudal atau kepala-ke-kaki , ujung dari organism berekembang lebih dahulu , sangat besar dan kompleks , sedangkan ujung bawah lebih kecil dan sederhana dan terbentuk dikahir periode.

2.      Proksimimodistal atau dekat ke jauh , konsep dari tengah ke perifer.

3.      Differensiasi , perkembangan dari tahap operasional sederhana ke aktifitas dan fungsi yang lebih kompleks.

 

Kecenderungan Urutan , Pada semua dimensi tumbuh-kembang terdapat urutan yang jelas dan dapat diperkirakan , yang biasanya dialami oleh setiap anak.

 

Laju perkembangan , tidak sama dengan perkembangan dimana terdapat periode akselerasi dan deselerasi pertumbuhan baik dalam pertumbuhan total maupun pertumbuhan subsistem.

 

Periode Sensitif. Terdapat batasan waktu selama proses pertumbuhan ketika organism berintekrasi dengan lingkungan tertentu dengan cara yang spesifik. Periode yang disebut periode kritis , seneitif , rentan dan optimal  adalah periode dalam kehidupan organism ketika organism tersebut rentan terhadap pengaruh positif atau negative.

 

C.    Perbedaan Individual

Setiap anak tumbuh dengan keunikan dan caranya sendiri. Terdapat varisi yang besar dalan hal usia pencapaian tahap perkembangan. Urutannya dapat diprediksi , namun tidak dengan waktunya. Gender merupakan factor yang berpengaruh karena anak perempuan tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia.

 

D.    Pertumbuhan Biologis dan Perkembangan Fisik

1.      Proporsi eksterna

Variasi laju pertumbuhan organ jarinagn dan system organ yang berbeda menghasilkan perubahan yang signifikan pada proporsi tubuh pada anak-anak. Kecenderungan perkembangan sefalokaudal paling nyata terlihat pada pertumbuhan tubuh total. Selama perkembangan janin kepala merupakan bagian tubuh yang paling cepat , dan pada usia gestasi 2 bulan kepala mencapai 50% dari total panjang badan. Selama masa bayi , pertumbuhan batang mendominasi , tungkai merupakan bagian yang tumbuh paling cepat selama masa kanak-kanak.

 

2.      Determinasi Biologis dari pertumbuhan dan Perkembangan

Gambaran paling menonjol dari masa kanak-kanak dan remaja dan pertumbuhan fisik. Selama perkembangan berbagai jaringan di dalam tubuh mengalami perubahan pertumbuhan , komposisi , dan struktur.Pertumbuhan linear atau tinggi badan , hamper seluruhnay terjadi akibat pertumbuhan tualng rangka dan dianggap sebagai pengukuran pertumbuhan umum yang stabil.

 

3.      Perkembangan dan maturasi tulang rangka

Pengukuran yang paling akurat dari perkembangan umum adalah tulag rangka atau usia tulang , pemeriksaan radio logis untuk menentuakn maturasi tulang. Usia tulang rangka tampaknya lebih berhubungan erat dengan pengukuaran maturitas fisiologis lainnya ( seperti awitan menarke ) daripada usia kronologis atau tinggi badan. Usia tulang ini ditentukan dengan membandingkan mineralisasi pusat osifikasi pusat tulang dan bentuk bentuk tulang yang terkait usia.pusat osifikasi pertama kali muncul pada usia embrio dua bulan.

 

4.      Maturasi neurogik

Berbeda dengan dengan jarinagn tubuh lainnya , yang tumbuh dengan cepat setelah kelahiran , sistim saraf tumbuh secara proporsional lebih cepat sebelum kelahiran. Pertumbuhannya terjadi secara cepat pada masa bayi sampai masa kanak-kanak awal dan melambat pada masa kanak-kanak akhir dan remaja. perkembangan neurologic terkadang digunakan sebagai indikator usia maturasi pada minggu-minggu awal kehidupan.

 

5.      Jaringan limfoid

Jaringan limpoid yang terdapat dalam nodus limfe , timus , limpa , konsil , adenoid , dan limfosit darah mengalami pola pertumbuhan yang tidak sama dengan pola pertumbuhan jaringan lainnya. Jaringan limfoid berukuraan kecil, tetapi telah berkembang dengan baik pada saat lahir. Jaringan ini mencapai ukuran dewasa dengan cepat pada usia 6 bulan. Pada usia 10-12 bulan, jaringan ini mencapai perkembangan maksimal  yang kira-kira dua kali ukuran dewasa. Pada  masa remaja, terjadi penurunan yang cepat.

 

6.      Perkembangan system organ

Semua jariangan dan sistim organ mengalami perubahan selama perkembangan. Berapa diantaranya berkembang sangat mencolok , sedangkan yang lain lebih samar.  Perubahan tersebut berpengaruh pada pengkajian dan perawatan.

 

E.     Perubahan Fisiologis

1.      Metabolisme

Laju metabolism ketika tubuh sedang istirahat (laju metabolic basal atau basal metabolic rate (BMR) menunjukkan perubahan yang jelas selama masa kanak-kanak Tertinggi pada bayi baru lahir , BMR sangat berkaitan dengan proporsi area permukaan tubuh terhadap ,masa tubuh , yang terus berubah seiring dengan bertambahnya ukuran  tubuh , proporsi sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki semua usia dan meningkat selama masa pubertas melampaui BMR anak perempuan.

Laju metabolism menentukan kebutuhan kalori anak. Kebutuhan enargi basal pada bayi adadlah sekitar 108 kkal/ kg berat badan dan menurun menjadi 40 sampai 45 kkal/ kg saat maturasi .

 

2.      Suhu

Suhu tubuh mencerminkan metabolisme , menunjukkan penurunan yang sama dari masa bayi smapi maturasi . Termoregulasi merupakan suatu respon bayi yang paling penting dalam masa transisi dari kehidupan intrauteri ke ekstrauteri.

Pada neonates yang sehat, hipotermi dapat menyebabkan konsekuensi metabolic negative seperti hipoglikemi. Bayi dan anak kecil rentan terhadap fluktuasi suhu, beespon terhadap perubahan suhu lingkungan, kerena menangis, marah,emosi, aktifitas fisik,  maupun karena infeksi.

 

3.      Tidur dan Istirahat

Tidur merupakan fungsi proteksi yang dimiliki semua organisme , memungkinkan terjadinya perbaikan dan pemulihan jarinagn setelah aktivitas. Seperti pada aspek –aspek perkembangan ,pada setiap anak jumlah dan distribusi tidur berbagai usia sangat beragam.Saat anak matang , terdapat perubahan total waktu yang mereka gunakan untuk tidur dan jumlah waktu yang mereka gunakan untuk tidur nyenyak.

 

Bayi baru lahir, tidur selama waktu yang tidak digunakan dan aspek-aspek lain dalam perawatannya.. selama akhir tahun pertama, sebagian anak tidur sepanjang malam disertai tidur 1-2 kali siang harinya. Usia 3 tahun anak-anak tidak lagi tidur siang,  usia 4-10 tahun waktu tidur menurun dan meningkat pada priode pubertas.

 

F.     Temperamen

Temperamen didifinisikan sebagai “cara berfikir, berperilaku atau bereaksi yang menjadi cirri-ciri individu “ dan merujuk  pada cara sesorang menjalani kehidupannya.

Ada 9 ciri/atribyt temperamen:

1.      Aktifitas : gerakan fisik seperti makan, tidur, madi, berpakain dan bermain

2.      Ritrisitas : keteraturan fungsi fisiologis seperti lapar, tidur, eliminasi

3.      Pendekatan(+)  atau menarik diri (-) : terhadap stimulus baru

4.      Kemampuan adaptasi

5.      Ambang renposivitas : batas kekuatan stimulus untuk memunculkan reaksi

6.      Intensitas reaksi : tingkat energy reaksi

7.      Mood : jumlah perilaku menyenangkan dantidak menyenangkan

8.      Distraksibilitas : mudah mengalihkan perhatian anak dengan stimulus eksternal

9.      Rentang perhatian dan Persistensi :ketekunan dan kontinuitas aktivitas tampa peduli hambatan

 

Pola atribut temperamen :

1.      The easy child

Anak-anak yang santabertemperamen mudah , memiliki kebiasaan yang teratur dan dapat diprediksi , dan memiliki pendekatan yang positif terhadap stimulus baru. Mereka terbuka dan dapat beradaptasi terhadap perubahan dan menunjukkan intensitas mood yang ringan sampai sedang yang bisanya bersifat positif.  

 

2.      The difficult child

Anak-anak yang bertemperamen sulit biasanya sangat aktif , peka rangsangan dan mempunyai kebiasaan yang tidak teratur.Respons menarik diri yang negative merupakan cirri khas dari anak-anak ini. Mereka lebih membutuhkan lingkungan yang lebih terstruktur.

 

3.      The slow-to-warm-up child

Bereaksi sangat negative dan dengan intensitas ringan terhadap stimulus baru , dan kecuali jika ditekan , lambat beradaptasi terhadap kontak berulang.

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

Di Indonesia, Ibu-ibu dan anak-anak menghadapi situasi kesehatan yang menyedihkan. Angka Kematian Ibu di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Kebanyakan dari kematian ini dapat dicegah dengan mendapatkan pelayanan pemeriksaan kesehatan di awal kehamilan, melakukan pengecekan rutin selama kehamilan, memperoleh bantuan dari tenaga kesehatan terlatih dalam proses kelahiran, dan dapat menjangkau pelayanan kebidanan gawat-darurat jika diperlukan.

 

Indonesia telah berhasil mengurangi rata-rata angka kematian anak-anak di bawah usia lima tahun sampai dua pertiganya dibandingkan dari tahun 1990. Tapi saat ini masih banyak anak-anak Indonesia yang meninggal di tahun pertama kehidupan mereka. Hal ini sering disebabkan oleh perawatan yang buruk pada masa kehamilan, persalinan dan setelah kelahiran. Yang mengenaskan, penyebab utama kematian di kalangan anak-anak balita ini, yaitu pneumonia, diare dan gizi buruk, sebenarnya dapat dicegah dan diobati.

 

Di indonesia terus berusaha mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan yang berbasis teknologi informasi. Namun karena keterbatasan SDM yang menguasai bidang keperawatan dan teknologi informasi secara terpadu, masih minimnya infrastruktur untuk menerapkan sistem informasi di dunia pelayanan, dan masih rendahnya minat para perawat di bidang teknologi informasi keperawatan membuat pengembangan teknologi tersebut belum maksimal.

 

Berbicara masalah perkembangan seorang anak, tiap anak memiliki fase-fase dan tugas perkembangan yang berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Dalam fase-fase perkembangan tersebut, kita dikenalkan juga dengan masa peka, dimana perkembangan fungsi jasmani ataupun rohani seorang anak, berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinu. Namun, banyak juga anak-anak di Indonesia yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya pola geraknya terganggu, perilaku  (psikis) terhambat, visual-motoriknya terganggu, proses auditorinya terganggu,sehingga pemahaman bahasa terhambat.

 

Hal ini bisa terjadi karena kurangnya asupan gizi maupun kurangnya peran dari keluarga untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangannya. Bantuan yang harus diberikan bagi anak-anak yang mengalami keterlambatan perkembangan merupakan satu “proses belajar“, dimana kita harus mengetahui tahapan-tahapan yang harus dilalui anak sesuai dengan pada saat perkembangan itu mulai berhenti atau mengalami gangguan.

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1 KESIMPULAN

Kesehatan merupakan fenomena kompleks yang didefenisikan sebagai suatu keadaan kesejahteraaan fisik, mental dan social yang komplet dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit.( WHO ). Indikator yang perlu diperhatikan adalah mortalitas dan morbiditas.

 

Era globalisasi dan era informasi yang akhir-akhir ini mulai masuk ke Indonesia telah membuat membuat dunia keperawatan di Indonesia menjadi tertantang untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan keperawatan yang berbasis teknologi informasi. Keyakinan keluarga tentang kesehatan, pola didik dan pola asuh terhadap anak juga dipengaruhi oleh nilai budaya, agama dan moral yang dianutnya.

 

Tumbuh kembang yang terjadi pada anak dimulai dari sejak anak lahir sampai ia menua. Prosesnya ada beberapa macam dilihat dari beberapa segmen. Mulai dari perkembangan fisik sampai pada perkembangan kepribadian dan mental anak. Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan teorinya tentang tumbuh kembang. Dan semua itu terjadi tidak dengan instant atau sendirinya melainkan ada factor-faktor yang mempengaruhinya.

 

4.2 SARAN

Perlu dilakukan penyuluhan pentingnya pencegahan kesakitan maupun kematian bayi oleh tenaga kesehatan. Sehingga angka mortalitas maupun morbiditas anak dapat dikurangi. Selain itu, agar tidak ada keterlambatan penanggulangan masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, maka perlu dilakukan pendeteksian secara dini dengan melihat perkembangan anak apakah sesuai dengan umurnya.

 

 

 

DAFTAR PUTAKA

 

Anonym. (2006). Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia. Diakses pada tanggal 18 Mei 2011 dari http://siteresources.worldbank.org/

Anonym. (2010). Kesehatan. Diakses pada tanggal 18 Mei 2011 dari

Hidayat, A Aziz Almull. (2005). “Pengatar Ilmu keperawatan Anak jilid 1”. Jakarta: Salemba

Nelson, Waldo E. (2000). “Ilmu Kesehatan Anak volume 1”. Jakarta: EGC

Supartini,Yeni. (2004). “Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak 1”. Jakarta: EGC

Wong, L Donna dkk. (2002). Buku ajar keperawatan pediatric edisi 6. Jakarta: EGC

Wong, L Donna dkk. (2002). Buku ajar keperawatan pediatric edisi 4. Jakarta: EGC 

Wong, Donna L. (2008). “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: EGC

 

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

 

 

 

S1 KEPERAWATAN

Di Susun OLeh :

  1. Muhamad IL Afip Qozwini     (0912000186)
  2. Mariyam                                  (0912000198)
  3. Yuni Indrawati Muttaqin       (0912000190)
  4. Dea Hesty Cristina                (0912000206)

 

 

 

 

 

ILMU DASAR KEPERAWATAN II

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

 

BAB I

KONSEP DASAR

 

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.

 

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

 

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

 

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

 

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).

 

Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”

 

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

 

Anatomi fisiologi Paru-paru

 

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

 

Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

  1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
  2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supe rior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

 

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

 

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.

 

Letak paru-paru.

Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

  1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.
  2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar

 

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.

 

Pembuluh darah pada paru

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah “kaya oksigen” (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.

 

Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.

 

Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
  2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter
  3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
  4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

 

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut

 


 

III. KLASIFIKASI

 

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut;

 

Bronkitis kronik

 

 

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

Etiologi

 

 

 

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

  1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
  2. Alergi
  3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :

  1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
  2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
  3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

 

Patofisiologi

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.

Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.

 

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

  1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus.
  2. Mukus lebih kental
  3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
  4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
  5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
  6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
  7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
  8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

 


 

EMFISEMA PARU

 

 

 

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.

 

Patogenesis

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:

  1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
  2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
  3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.
  4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas

 

Tipe Emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

  1. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
  2. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.
  3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

 

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil.

 

Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

 

Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok

 

ASMA

 

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme

 


 

Etiologi & Klasifikasi Asma

 

 

 

1. EKSTRINSIK/ ALERGI

    1. Biasanya dimulai pada masa kanak-kana
    2. Ada anggota keluarga dgn riwayat penyakit atopik (asma, ekzema, dermatitis)
    3. Disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergen (biasanya protein) dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, spor ajamur, debu, serat kain, makanan seperti ussu atau coklat

2. INTRINSIK/ IDIOPATIK

    1. Tidak ditemukan faktor-faktor pencetus secara jelas
    2. Faktor non-spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangsan asma
    3. Lebih sering timbul pada usia diatas 40 tahun
    4. Sering berlanjut menjadi bronkiektasis atau emfisema

3. CAMPURAN

◦      Terdiri dari komponen ekstrinsik dan intrinsik

◦      Sebagian besar pasien asma intrinsik akan berlanjut menjadi campuran

 

Patofisiologi

—  Obstruksi jalan nafas disebabkan oleh satu atau lebih dari berikut ini :

◦      Kontraksi otot –otot yang mengelilingi bronkus à mneyempitkan jalan nafas

◦      Pembengkakan membran yang melapisis bronki

◦      Pengisian bronkus dengan mukus kental

◦      Otot-otot brokeal dan kelenjar mukosa membesar à sputum kental dna banyak, alveoli hiperinflasi à udar aterperangkap diparu

—  Yang terlibat dalam patofisiologi asma tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi ada keterkaitan sistem imunologi dan sistem syaraf otonom.

—  Sistem imunologi

◦      Antigen masuk à iatan antigen dan antibody à Ig E à sel Mast (mediator) : histamin, bradikinin, prostaglandin à merangsang oto polos & kelenjar jalan nafas à bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus

—  Sistem syaraf otonom

◦      Asma idiopatik/non alergi/intrinsik

◦      Faktor penyebab (infeksi, latihna, idngin, merokok, emosi, polutan)

◦      Ujung syaraf di jalan nafas terangsang

◦      Sistem parasimpatis

◦      Impuls syaraf vagus à tonus otot bronkus menyempit

—  Sistem syaraf simpatis (reseptor α dan β adrenergik) yang terletak dalam bronkus

—  Kondisi normal à keseimbangan reseptor α dan β adrenergik yang dikendalikan o/ siklik adenosin monofosfat (cAMP)

◦      Penyekatan reseptor β adrenergik

◦      Stimulas reseptor α adrenergik à Penurunan cAMP

◦      Peningkatan pelepasan mediator kimiawi o/ sel-sel Mast

◦      bronkokontriksi

 

 


 

Bronkiektasis

 

 

 

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe

 

IV. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

  1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
  2. Polusi udara
  3. Infeksi peru berulang
  4. Umur
  5. Jenis kelamin
  6. Ras
  7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
  8. Defisiensi anti oksidan

 

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan

 


 

V. PATOFISIOLOGI

 

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

 

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

 

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).

 

Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

 

VI. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

  1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
  2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

 

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

  1. Kelemahan badan
  2. Batuk
  3. Sesak napas
  4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
  5. Mengi atau wheeze
  6. Ekspirasi yang memanjang
  7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
  8. Penggunaan otot bantu pernapasan
  9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh

 

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan radiologist

 

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a.Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

b.Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

c. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

d.Corakan paru yang bertambah.

e.Pemeriksaan faal paru

 

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

 

  1. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

 

  1. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

 

  1. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

 

  1. Laboratorium darah lengkap

 

VIII. PENATALAKSANAAN

 

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

  1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
  2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
  3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

  1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
  2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
  3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
  4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
  5. Pengobatan simtomatik.
  6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
  7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

 

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

  1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
  2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
  3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
  4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

 

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

  1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
  2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a.Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

b.Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

  1. c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d.Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 – 0,56 IV secara perlahan.

 

  1. Terapi jangka panjang di lakukan :

a.Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b.Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

 

  1. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
  2. Mukolitik dan ekspektoran
  3. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

 

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

 


 

IX. KOMPLIKASI

 

  1. Hipoxemia
    Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

 

  1. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

 

  1. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

 

  1. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

 

  1. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

 

  1. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

 


 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK

 

Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.

 

Pengkajian

 

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:

  1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
  2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
  3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
  4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
  5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
  6. Riwayat merokok?
  7. Obat yang dipakai setiap hari?
  8. Obat yang dipakai pada serangan akut?
  9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

 

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:

  1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
  2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
  3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
  4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
  5. Barrel chest?
  6. Apakah tampak sianosis?
  7. Apakah ada batuk?
  8. Apakah ada edema perifer?
  9. Apakah vena leher tampak membesar?

10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

11. Bagaimana status sensorium pasien?

12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :

  • o Chest X-Ray : Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
  • o Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.
  • o TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
  • o Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
  • o FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
  • o ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
  • o Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
  • o Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
  • o Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.
  • o Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
  • o ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
  • o Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

14. Palpasi:

  • o Palpasi pengurangan pengembangan dada?
  • o Adakah fremitus taktil menurun?

15. Perkusi:

  • o Adakah hiperesonansi pada perkusi?
  • o Diafragma bergerak hanya sedikit?

16. Auskultasi:

  • o Adakah suara wheezing yang nyaring?
  • o Adakah suara ronkhi?
  • o Vokal fremitus nomal atau menurun?

 


 

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
  2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
  3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
  4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
  5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
  6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
  7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
  8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
  9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

  1. Gagal/insufisiensi pernapasan
  2. Hipoksemia
  3. Atelektasis
  4. Pneumonia
  5. Pneumotoraks
  6. Hipertensi paru
  7. Gagal jantung kanan

 

Intervensi Keperawatan

  1.        I.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
  • Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
  • Intervensi keperawatan:
  1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
  2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
  3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
  4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
  5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
  6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
  7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
  8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.

 

  1.       II.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
  • Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
  • Intervensi:
  1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
  2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
  3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

 

  1.      III.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
  • Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
  • Intervensi keperawatan:
  1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
  2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
  3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
  4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
  5. Pantau pemberian oksigen.

 

  1.     IV.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
  • Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
  • Intervensi keperawatan:
  1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
  2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
  3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
  4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
  5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
  6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
  7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
  8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
  9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

 

  1.      V.       Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
  • Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
  • Intervensi keperawatan:
  1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
  2. Auskultasi bunyi usus
  3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
  4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
  5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
  6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
  7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

 

  1.     VI.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
  • Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
  • Intervensi keperawatan:
  1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
  2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
  3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
  4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
  5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

 


 

  1.   VII.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
    1. Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
    2. Intervensi:
      1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
      2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
      3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

 

Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

  • Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
  • Intervensi keperawatan:
  1. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
  2. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
  3. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.

 

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

  • Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
  • Intervensi keperawatan:
  1. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.
  2. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
  3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
  4. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
  5. Tingkatkan harga diri klien.
  6. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.

 

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

  • Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
  • Intervensi keperawatan:
  1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
  2. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
  2. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
  3. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
  4. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
  5. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.
  6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379.
  7. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.
  8. Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493.
  9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta8.20003, hal :1347-1353.

10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482.

11. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

12. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page: 157.

13. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990-993.

14. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

16. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 15.

17. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

 

ISUE ETIK DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

I. EUTHANASIA

Eutanasia (Bahasa Yunani: eu yang artinya “baik”, dan thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

Dari sudut cara pelaksanaannya :

a. Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

b. Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.

c. Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat “pernyataan pulang paksa”. Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

Dari sudut pemberian izin :

  • Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan denganpembunuhan.
  • Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
  • Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.

Dari sudut tujuan :

  • Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
  • Eutanasia hewan
  • Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela.

Beberapa contoh kasus eutanasia :

 1. Kasus Hasan Kusuma – Indonesia

Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.

 2. Kasus seorang wanita New Jersey – Amerika Serikat

Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).

II. ABORSI

Gugur kandungan atau aboesi (bahas Latin : abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka idtilahnya adalah kelahiran prematur.

Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:

  • Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
  • Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
  • Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
  • Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
  • Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.

Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keguguran” biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara “aborsi” digunakan untuk induced abortion.

Klasifikasi Abortus :

1. Abortus spontanea

Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:

Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

    1. Pengertian Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000) Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999) Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William Obstetri, 1990)
    2. Etiologi Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
      • Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
        1. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
        2. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
        3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol
      • kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
      • faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
      • kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2. Abortus provokatus

Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:

 Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

  • Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
  • Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agamahukumpsikologi).
  • Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
  • Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
  • Prosedur tidak dirahasiakan.
  • Dokumen medik harus lengkap.

 Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.

Penyebab abortus :

Karakteristik ibu hamil dengan abortus yaitu :

1. Umur

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.

Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa.

Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterine.

2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

3. Paritas ibu

Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

4 Riwayat Kehamilan yang lalu

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).

Penyebab dari segi Janin :

 

Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis

Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus.

Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut :

      • Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
      • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India
      • Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang,

Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: :Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa “pengucilan” anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya

III. TRANSPLANTASI ORGAN

1. Pengertian

Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.

2. Jenis-jenis transplantasi

a. Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.

b. Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.

c. Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada gambar identik.

d. Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.

3. Komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi :

a.Eksplantasi
Yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.

b. Implantasi
Yaitu usaha menempatkan jaringan  atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau orang lain.

4. Reaksi Penolakan

Terjadi oleh sel T helper (CD4+) resepien yang mengenal antigen MHC allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T cititixic atau CD8+) mengenal antigen MHC allogenic untuk membunuh sel sasaran. Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan Makrofag dikerahkan akibatna kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan Hipersensitivitas tipe IV (Gell dan Coombs). Tipe reaksi penolakan :

a.  Rejeksi hiperakut
Yaitu reaksi yang terjadi dalam 24 jam setelah transplantasi.

b.  Rejeksi Akut
Yaitu reaksi yang terlihat pada resepien yang sebelumnya tidak tersensitasi terhadap transplan pada penolakan umum allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.

c. Rejeksi Kronis
Yaitu hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan/tahun sesudah organ berfungsi normal dan disebabkan oleh sensivitas yang timbul terhadap antigen transplan atau oleh sebab intoleransi terhadap sel T.

IV. SUPPORTING DEVICES

1. Pengertian Supporting Devices

     Supporting Devices adalah perangkat tambahan atau pendukung. Jika ditinjau dari segi keperawatan, maka dapat kita simpulkan kalau supporting devices itu adalah perangkat tambahan yang digunakan dalam dunia kesehatan pada para perawat dalam melakukan praktek.

 2.  Klasifikasi Supporting Devices

a. Alat bantu
Teknologi medis yang canggih merupakan alat atau perkakas untuk para dokter, dan alat bantu akan mengurangi beban perawat. Kemajuan dalam layanan medis dengan sistem komputerisasi ang canggih, melindungi jiwa banyak orang. Produk THK memnuhi standar reabilitas tertinggi ang diperlukan untuk alat medis.

b. Peralatan sinar X
Pemandu LM dan Cincin Roller Lintang digunakan untuk pergerakan reseptor sinar X. Ini memungkinkan mesin sinar X untuk menggerakkan unit transmiter dan penerim sinar ke arah manapun dan mengambil gambar dari sudut manapun, tanpa bergantung pada posisi pasien. Saat produk THK digunakan, getaran dan suara mesin juga dikurangi sehingga menghilangkan kekhawatiran pasien. Sinar X yang mampu melakukan penetrasi ke dalam tubuh  pasien.

c. Peralatan analisis otomatis hematologikal
Splina Bola dapat menekan getaran di ujung injektor saat dihentikan, dan mur perubah sekrup geser memungkinkan terciptanya mekanisme pengumpanan dengan kecepatan tinggi dan sangat mulus.

d. Pemindai CT sinar X medis
Pemindai CT sinar X merupakan perangkat tunggal yang memindai keseluruhan tubuh pasien dan terdiri dari pemindai CT (Computed Tomography) dan peralatan angiografi. Pada perangkat ini, pemandu LM THK digunakan di bagian gerakan longitudinal yang menggerakkan pasien yang terbaring di tempat tidur selama proses pemindaian. Karena pemandu tersebut dapat mengurangi getaran dan suara selama gerakan sistem, komponen ini dapat menghilangkan kekhawatiran pasien.

 3. Fungsi Klasifikasi Supporting Devices

      1. Fungsi Sinar X yaitu untuk melihat kondisi tulang serta organ tubuh tanpa melakukan pembedahan pada tubuh pasien.
      2. Fungsi analisis otomatis hematologikal yaitu untuk transportasi vertikal injektor reagen dalam peralatan tes hematologikal.
      3. Fungsi CT sinar X medis yaitu untuk diagnosis sistem sirkulasi.
      4. Fungsi penopang kursi roda elektrik yaitu dalam fasilitas mandi dengan pengangkat (lift) bertenaga listrik.
      5. Fungsi Robot pendukung pembedahan yaitu robot pendukung pembedahan dapat menjadi alat yang berdaya guna tinggi, dan juga membuat proxide ini menjadi kompak untuk mendapatkan tingkat akurasi tinggi selama pembedahan, sehingga mampu mensimulasi gerakan dokter yang dapat diandalkan.
      6. Fungsi Handheld yaitu mulai meningkatkan kemampuan untuk berfikir kritis terkait tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.
      7. Fungsi Handheld Device yaitu Handheld device digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien melalui kemampuan mengakses informasi, mempermudah penghitungan, dan memperlancar komunikasi.
      8. Fungsi Wireless Communication yaitu untuk memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium pasien atau melakukan perubahan pesanan ke laboratorium.

4. Dampak Negatif Supporting Devices

a.Sinar X
Terlepas dari peranan Sinar X dalam menunjang informasi diagnosis klinis, Sinar X ternyata memiliki sisi yang sangat perlu diperhatikan secara khusus, yaitu  berkaitan dengan efek negatif yang ditimbulkan.

Perlu diketahui bahwa Sinar X dengan karakteristiknya memiliki energi minimal sebesar 1 KeV = 1000 eV. Energi sebesar ini jika berinteraksi dengan tubuh manusia tentunya dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif.

Ada beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat terjadi, ketika Sinar X berinteraksi dengan materi (tubuh manusia) dari sudut pandang mikroskopis, yaitu hamburan Compton, hamburan Fotolistrik dan hamburan  Pair Production. Hamburan Compton terjadi karena  Sinar X berinteraksi dengan elektron yang terletak pada lintasan terluar, yang selanjutnya elektron ini akan terlempar keluar dari atom.

Efek hamburan Compton umumnya terjadi pada rentang energi sekitar 26 keV (kilo elektron volt) untuk diagnostik. Hamburan fotolistrik terjadi ketika Sinar X berinteraksi dengan atom materi dan melemparkan salah satu elektron sehingga mengakibatkan elektron lainnya, bergerak menuju lintasan yang kehilangan elektron sambil melepaskan energinya.

Hamburan ini juga dapat terjadi pada energi untuk diagnostik. Sedangkan hamburan pair production jarang sekali terjadi di bidang imaging diagnostik karena membutuhkan energi Sinar X yang sangat besar 1,02 MeV (mega elektron volt). Walaupun sudut pandang ini hanya dilihat secara mikroskopis, secara makroskopis dikhawatirkan akan mengganggu kestabilan atom materi dan menimbulkan kelainan pada sel tubuh manusia.

Ini perlu kehati-hatian dan pemilihan yang tepat dalam penggunaannya di bidang medis. Walaupun secara empiris pasien yang diberikan Sinar X pada level diagnostik medis di rumah sakit tidak mengalami gejala ataupun tanda-tanda kerusakan jaringan. Namun gejala kelainan pada tubuh manusia akan muncul jika diberikan Sinar X secara berlebihan. Oleh karena itu paparan radiasi medis (diagnostik imaging) yang mengenai tubuh pasien diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan kebutuhan dalam imaging adalah kualitas citra yang mampu menunjang diagnosis klinis yang diderita pasien dengan tidak memberikan paparan radiasi yang berlebihan atau tidak dibutuhkan kepada tubuh pasien.

b.CT Scan
Ternyata radiasi alat-alat tersebut dalam waktu lama bisa meningkatkan risiko terserang penyakit leukemia.

Sinar-X adalah suatu radiasi berenergi kuat yang tergantung pada dosisnya, dapat mengurangi pembelahan sel, merusak materi genetik, dan menimbulkan defek pada bayi yang belum dilahirkan. Sel-sel yang membelah cepat adalah paling sensitif terhadap paparan sinar-x. Bayi dalam perut ibu sensitif terhadap sinar-x karena sel-selnya masih dalam taraf pembelahan dengan cepat, dan berkembang menjadi jaringan dan organ yang berbeda-beda. Pada dosis tertentu, paparan sinar-x pada wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau cacat pada janin yang dikandungnya, termasuk kemungkinan terjadinya kanker pada usia dewasa.

Memang sebagian besar prosedur pemaparan sinar-x menghasilkan radiasi yang relatif ringan. Namun sebagai langkah jaga-jaga, penggunaan sinar-x pada wanita hamil kecuali benar-benar perlu,harus dihindari. Wanita yang melalui pemeriksaan rontgen sebelum mengetahui status kehamilannya harus berbicara kepada dokternya.

CT Scan memang bisa memberikan hasil tes medis secara cepat dan rinci. Beberapa penyakit pada anak seperti radang paru atau patah tulang juga membutuhkan alat-alat pemindai kesehatan untuk diagnosis yang lebih akurat.

Tetapi para ahli juga mengingatkan bahaya terselubung yang mungkin timbul. Pada anak-anak, paparan sinar-X tiga kali atau lebih akan meningkatkan ancaman leukimia. “Menghindari atau mengurangi paparan radiasi sangat penting,” kata Patricia Buffler, dari Univesitas Berkeleys School of Public Health, Amerika.

Dalam penelitiannya, ia mengamati catatan medis 711 anak berusia maksimal 14 tahun yang didiagnosa leukimia limfoid akut di California antara tahun 1995-2008. Ia membandingkannya dengan data anak yang tidak menderita leukimia.

Secara umum peningkatan risiko leukimia pada anak memang tidak terlalu besar. Dari 100.000 anak, ada 4 yang terkena leukimia. Namun, meski kasus kankernya kecil, tetap saja risikonya ada. Buffler menjelaskan, radiasi yang terdapat dalam sinar-X membuat sel-sel dalam tubuh bermutasi dan menciptakan kanker. CT-Scan yang belakangan ini sangat populer memiliki tingkat radiasi yang lebih tinggi.

Pemajanan medan elektromagnet yang terlalu sering diduga meningkatkan risiko kanker. Demikian studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah New England Journal of Medicine.

Kesimpulan tersebut didapat berdasarkan survei terhadap 950.000 pasien. Hampir 70 persen pasien pernah mengalami sekurangnya satu kali prosedur pencitraan yang membuat mereka terpajan. Dalam waktu tiga tahun selanjutnya, diketahui mereka menderita kanker.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia(2012).Eutanasia.From http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia, 10 September 2012
CWNews(2002). Belgium Euthanasia Law in Effect. From http://www.euthanasia.com/belgiumlaw.html, 10 September 2012
Humanrights(2003). “Euthanasia” in China: Yes or No?. From http://www.humanrights.cn/zt/magazine/200402004826120229.htm, 11 September 2012
Euthanasia(2002).Colombia’s Highest Court Legalizes Euthanasia.From http://www.euthanasia.com/colum2.html, 11 September 2012
Apuranto, H. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal.Surabaya: Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR
World Health Organization.1988. Global and Regional Estimates of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of Available Country Data. Geneva: Division of Reproductive Health (Technical Support) WHO
Prawirohardjo, Sarwono. 2002.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wikipedia(2012).Aborsi. From http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan, 10 September 2012
Wikipedia(2012). Transplantasi organ. Fromhttp://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ,10 September 2012

Prinsip Etik dalam Keperawatan

A. Pengertian Etika

Etika (Yunani kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep sepertibenar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.(Wikipedia)

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “ethos” yang berarti adat, kebiasaan, perilaku atau karakter. Menurut buku “Fundamental Keperawatan” (Potter dan Perry, tahun 2005), etika adalah terminatologi dengan berbagai makna. Singkatnya, etik berhubungan dengan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Menurut buku “Ilmu Keperawatan” (Spruyt, Van Mantgem dan De Does BV/Leiden, tahun 2000), etika berasal dari bahasa yunani “ethoi” yang berarti kesusilaan/moral. Etika adalah sebagai ilmu tentang moral yang ditentukan oleh opini umum. Menurut buku “Etika Keperawatan” (Hj.Nila Islami,SKM,tahun 2001), etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral.

Dari semua pengertian etika di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa etika merupakan pertimbangan keputusan antara yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang berdasar atas nilai moral dan kesusilaan.Etika keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Etika keperawatan dihubungkan dengan hubungan antar masyarakat dan dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang lain.

B. Prinsip – Prinsip Etik Keperawatan

Prinsip bahwa etika adalah menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan pernah berubah. Prinsip ini juga diterapkan baik dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan. Juga dalam hak-haknya memperoleh pelayanan kesehatan. Ketika mengambil keputusan klinis, perawat seringkali mengandalkan pertimbangan mereka dengan menggunakan kedua konsekuensi dan prinsip dan kewajiban moral yang universal. Hal yang paling fundamental dari prinsip ini adalah penghargaan atas sesama.Empat prinsip dasar lainnya bermula dari prinsip dasar ini yang menghargai otonomi kedermawanan maleficience dan keadilan

C. Macam-macam Prinsip etika keperawatan

Prinsip-prinsip etika keperawatan terdiri dari:

  • Autonomy (Otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

  • Beneficience (Berbuat Baik)

Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

  • Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .

  • Non Maleficience (tidak merugiakan)

Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

  • Veracity (kejujuran)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

  • Fidelity (loyalty/ketaatan)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

  • Confidentiality (kerahasiaan)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.

  • Akuntabilitas (accountability

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar  pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

  • Moral Right

a. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak – hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat dalam mempraktekan keperawatan profesional
b. Responsibilitas ( tanggung jawab )
Eksekusi terhadap tugas – tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Misalnya pada saat memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dengan memberikannya dengan aman dan benar.
c. Loyalitas
Suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat.

  • Nilai ( Value )

Keyakinan(beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan- harapan ideal dalam praktik keperawatan

Nilai dalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang.
Nilai yang sangat diperlukan bagi perawat adalah :
1. kejujuran
2. Lemah Lembut
3. Ketepatan
4. Menghargai Orang Lain

 

Referensi :

Bertens, K, 2001. ETIKA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Emi. Hj, Mimin Suhaemi, Dra. Mpd. 2002, Etika Keperawatan Aplikasi pada praktek. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Priharjo, Robert, Etika keperawatan. Penerbit Kanikus (anggota IKAPI)

Mantgem, Van, Spruyt, dkk, Ilmu Keperawatan jilid 1 edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata.

Potter, Perry, Fundamental Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

http//:www.google.co.id